Food for Thought

“Mangan wae kok ndadak dipikir to, nduk? Krupuk dicelupke kuah wae dibahas…”

(“Makan saja kok pakai dipikir, nduk? Krupuk dicelup kuah saja dibahas…”)

Makanan tampaknya memang hal yang sepele. Namun bila ditilik lebih jauh, makanan ini tidak hanya sekedar enak dan tidak enak, matang dan mentah, atau kandungan gizinya. Makanan memiliki banyak hal menarik untuk dipikiran – dan tentu saja kemudian dituliskan.

Melalui makanan lokal, misalnya, kita bisa ‘mencicipi’ sejarah dan kebudayaan suatu tempat. Kita bisa melihat konstruksi-konstruksi yang terbangun di sekitar kita dan makanan. Kita bisa pula melihat gaya hidup seseorang melalui makanannya – seperti ungkapan terkenal “you are what you eat”. Makanan juga bisa menjadi simbol, yang memiliki makna berbeda-beda bagi tiap orang.

Melihat makanan ini tidak lantas terbatas pada makanan itu saja. Bagaimana cara makannya, teknologi apa yang digunakan untuk memasaknya, hingga bagaimana cara menyajikannya membuat makanan makin menarik untuk diamati.

Jadi, kalau kita mau melihat lebih jauh, lemper sebenarnya bukan hanya ketan yang diisi daging ayam. Banyak pertanyaan yang bisa muncul dari lemper itu sendiri. Itu yang ingin saya munculkan dalam kolom ‘Food’ ini – sehingga makanan tak lagi sekedar obat lapar. Tapi, tak mengapa lah bila sesekali saya juga menampilkan resep-resep dari Jogja sebagai selingan.

Monggo, dipun kedhapi…

About Rizkie Nurindiani

Penulis lepas yang sedang mendalami ilmu (yang kalau boleh dikatakan sebagai) antropologi kuliner, pecinta ide namun sedikit waktu dan tenaga untuk mewujudkannya, penyuka makanan sambil sedikit-sedikit mulai belajar memasak - semua di antara keriuhan menjadi seorang ibu.

Leave a Comment