Segelas Teh di Angkringan

Kalau cari minuman teh yang enak di Jogja, jangan ke restoran besar. Di restoran-restoran besar (apalagi yang pakai AC), teh yang dihidangkan biasanya menggunakan teh celup.

Dari semua sajian teh di restoran, yang paling aku benci adalah sajian cangkir berisi air bening panas dengan teh celup yang masih terbungkus rapi. Kadang kala, satu gelasnya bisa mencapai harga belasan (atau bahkan puluhan) ribu rupiah.

Rasanya? Ya standar lah. Tergantung merk apa yang dipakai.

Sementara, karena harganya yang mahal, meminum teh menjadi canggung. Teh yang bagiku merupakan alat pemuas dahaga yang menyegarkan pun tak lagi dapat diminum begitu saja. Harus ‘dinikmati’ setiap tegukannya, sehingga sebisa mungkin tidak langsung habis.

Menurutku teh yang seperti itu bukanlah teh yang enak – baik dari rasa maupun cara menikmatinya.

Nah, kalau mau cari teh yang enak, angkringan adalah salah satu tempat yang oke untuk dituju. Di sini, segelas es teh manis masih bisa dihargai sekitar Rp 1.000,-. Es teh kembali pada fungsinya sebagai obat dahaga yang menyegarkan. Glek-glek-glek…aku tidak perlu menghitung ‘harga’ per tegukan teh.

Tapi selain dari harganya yang sangat terjangkau, teh di angkringan memiliki kekhasan sendiri. Berbeda dengan teh-teh restoran yang rasanya cukup standar karena bergantung pada teh-teh celup dengan aneka merk-nya, segelas teh di angkringan memiliki perbedaan yang besar antara satu angkringan dengan angkringan yang lain. Meski banyak makanan yang dijual di angkringan berasal dari satu produsen besar, untuk teh yang mereka sajikan, angkringan memiliki kebebasan untuk menentukan pilihannya sendiri.

Hampir tak ada angkringan yang menyajikan teh dengan rasa dan aroma yang sama persis. Pasti ada bedanya. Entah ada yang menjualnya kental, atau lebih manis, atau bisa juga lebih sepet. Bahkan, di satu angkringan pun rasa bisa berganti tergantung siapa penjualnya hari itu. Standarisasi teh celup tidak digunakan.

Kunci dari teh di angkringan yang memiliki rasa dan aroma berbeda-beda ini adalah bahwa mereka menggunakan teh tubruk untuk membuat tehnya. Teh kental dibuat dalam jumlah banyak, disiapkan dalam jumbo. Nah, teh ini nanti dituang ke gelas, ditambahkan gula dan air atau es sesuai selera. Sedikit perbedaan cara membuat teh ini akan menghasilkan rasa yang berbeda.

Sebagai tambahan, yang membuat teh di angkringan makin spesial adalah kebiasaan penjualnya untuk memadukan beberapa merk teh tubruk. Semacam house blend, begitu…

Setiap angkringan memiliki kesukaannya sendiri-sendiri. Belajar dari Simbok yang momong Panji, aku pun mempunyai paduan favorit sendiri: teh hitam dan teh melati. Tapi, kadang rasa atau aroma bukan menjadi alasan utama memilih teh tubruk merk tertentu. Paket bundling teh tubruk berhadiah gelas juga bisa menjadi alasan suatu angkringan memilih merk teh tubruknya.

Jadi, kalau lain kali ke angkringan, mungkin kita bisa sambil menerka-nerka teh apa yang digunakan – sambil berlagak bak seorang sommelier teh tubruk.

About Rizkie Nurindiani

Penulis lepas yang sedang mendalami ilmu (yang kalau boleh dikatakan sebagai) antropologi kuliner, pecinta ide namun sedikit waktu dan tenaga untuk mewujudkannya, penyuka makanan sambil sedikit-sedikit mulai belajar memasak - semua di antara keriuhan menjadi seorang ibu.

Leave a Comment