Andaikan Saya Seorang Kolektor

Saya bukan kolektor. Betapapun saya menghargai nilai karya-karya tersebut secara ide, wacana, dan estetika. Namun harga yang ada di balik karya seni masih terbilang terlalu fantastis untuk kantong saya. Tapi terkadang saya membayangkan, apabila saya adalah seorang kolektor yang memiliki segala sumber daya yang memungkinkan saya mengkoleksi karya tersebut, mungkin saya akan melihat pameran dengan cara yang berbeda.

Sumber daya yang saya maksud di sini tidak hanya dana tapi juga rumah yang besar (karena terkadang karya-karya ini berukuran sama fantastisnya dengan harganya); rumah yang cukup artistik untuk memajang karya-karya tersebut, dan juga selera serta pengetahuan yang cukup baik tentang seni rupa.

Saya kerap bertanya-tanya, apakah mereka melihat karya-karya ini dengan kacamata seseorang yang memasuki IKEA atau Louis Vuitton, misalnya? Ataukah mereka melihatnya seperti saya ketika memasuki toko buku dan memanjakan diri dengan membeli buku yg mahal, indah, dan membuka pengetahuan atas hal baru? Apabila saya adalah kolektor, apakah karya-karya yang saya beli ini akan disimpan, dijadikan hiasan, atau dipamerkan secara bergilir di galeri pribadi saya? Apakah saya akan memiliki kecenderungan tertentu seperti misalnya lebih menyukai karya instalatif, foto, video dan karya interaktif dibandingkan karya lukisan? Apakah saya akan lebih memilih membeli karya lukis karena karya semacam itu lebih aman? Apakah saya akan fanatik pada beberapa nama seniman tertentu? Apakah saya akan membeli karya old master atau young genius?

Apabila saya membayangkan berjalan di atas sepatu para kolektor ini; mungkin saya akan masuk ke galeri dan membayangkan karya tertentu cocok untuk menghiasi kamar tamu, karya yang lain sesuai dengan kursi makan, dan karya patung tertentu akan terlihat sempurna di atas meja tamu. Itu mungkin dengan pertimbangan dekoratif.

Berikutnya, mungkin saya akan membeli pengalaman. Karya-karya interaktif yang playful mungkin akan bisa terus menerus membuat saya terinspirasi. Bayangkan! Saya bisa mendiskusikan tentang kisah di balik karya tersebut selama berjam-jam dalam jamuan makan malam bersama teman-teman. Betapa serunya hal tersebut!

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, kolektor adalah orang yang mengumpulkan benda untuk koleksi, mulai dari perangko, benda bersejarah, atau benda lain yang dikaitkan dengan minat atau hobi. Dalam seni rupa, kolektor bisa jadi mengkoleksi karya murni sebagai koleksi pribadi, namun bisa juga sebagai investasi. Mereka yang memilih untuk mengoleksi karya berdasarkan hobi umumnya memikirkan tentang nilai suatu karya berdasarkan penghargaannya terhadap seni rupa. Kolektor ini umumnya lebih senang menyimpan koleksi untuk dirinya sendiri dan tidak untuk dijual. Sedangkan jenis investor seni terkadang membeli karya yang berharga sebagai bentuk investasi alternatif. 

Kedua jenisnya memiliki nilai yang cukup penting dalam infrastruktur seni rupa. Praktik ini sebenarnya telah dimulai sejak jaman Renaisans saat para bangsawan mulai mengoleksi karya seni. Beberapa kolektor ternama kerap mendonasikan koleksinya ke museum agar supaya dapat dinikmati oleh publik, sebagai bagian dari pendidikan, dan juga sebagai dokumentasi sejarah seni rupa. Kesadaran serupa mulai terbangun di Indonesia dengan dibukanya museum pribadi yang menampilkan koleksi personal untuk publik seperti OHD Museum dan Yuz Museum. Kedua museum ini terbuka untuk umum dan kerap menampilkan koleksi pribadi yang terkurasi dengan baik dan ditampilkan secara bergilir. Nama di balik kedua museum ini pun telah dikenal secara Internasional sebagai kolektor kenamaan dunia. Bahkan, Budi Tek yang merupakan pemilik Yuz Museum (yang kini menjadi Yuz Foundation) pun berada pada rangking nomer 79 dalam pelaku seni rupa paling penting dunia menurut Art Review.

Saya pribadi adalah penggemar pameran-pameran di Yuz Museum yang berada di Jakarta. Mereka kerap menampilkan koleksi karya seniman Cina kontemporer yang disajikan dengan sedemikian rupa sehingga mampu menampilkan pengalaman menonton pameran seni yang baru dan berbeda. Selain itu, umumnya kolektor sekelas ini tidak hanya mengumpulkan karya tapi juga mendukung infrastruktur seni dalam bentuk yang lebih jauh; misalnya, dengan menjadi pusat database seni, menyediakan pencatatan dan dokumentasi atas sejarah seni, membuka ruang seni, hingga menjadi penyokong dana bagi kegiatan seni rupa baik di dalam maupun di luar negeri. 

Mari kembali berandai-andai, apabila saya menjadi kolektor sekelas itu, apa yang saya lihat ketika memasuki ruang pameran?

About Mira Asriningtyas

Pendiri Lir- sebuah ruang seni yang ada ruang baca, toko kecil, dan tempat makannya. Saat ini, ia bekerja sebagai penulis lepas bagi beberapa majalah nasional sembari meniti karir sebagai kurator. Tulisan lainnya bisa dibaca di www.miraasriningtyas.com dan catatan visualnya di http://instagr.am/dreamiy/

Leave a Comment