Setelah ramadhan dijalani, tentunya kita menantikan tibanya hari raya. Lebaran menjadi momentum berkumpul dengan sanak famili dan keluarga besar di kampung halaman. Atmosfer lebaran di rantau akan terasa ketika memasuki minggu ke 4 ramadhan dimana kampus mulai libur, sebagian besar mahasiswa dan perantau mulai meninggalkan Jogja ke kampung halaman masing-masing. Namun ada pula yang memilih merayakan lebaran di Jogja.
Mereka yang tetap tinggal di kos-kosan atau kontrakan sebagai perantau selama hari raya, notabene akan mengalami kesulitan di minggu akhir ramadhan dan minggu pertama lebaran. Terutama jika menyangkut soal makanan. Ya, seiring dengan gelombang pulang kampung para mahasiswa dan perantau, sebagian besar warung dan tempat makan yang berada di kawasan kampus dan sekitarnya pun ikut-ikut ‘mudik’. Bisa dipastikan kondisi kawasan yang biasanya tidak pernah sepi dari hilir mudik para mahasiswa dan perantau ini akan ‘mati suri’.
Sebutlah warung burjo yang dominasi pengelola-nya adalah warga asal Kuningan, Jawa Barat. Biasanya mereka mulai menutup lapak untuk mudik pada hari ke- 20 ramadhan atau sekitar satu minggu sebelum lebaran. Diikuti warung tenda kakilima serta rumah makan padang dan warung yang berada di sekitaran kompleks kos-kosan. Umumnya mereka menutup lapak bersamaan dengan berkurangnya warga kos-kosan di minggu terakhir ramadhan.
Ketika para pelanggan sudah mudik maka warung-warung disekitarnya memilih tutup lebih awal. Bagi mereka yang tidak mudik, inilah awal ‘perjuangan’ mencari makan di pekan terakhir ramadhan dan hari raya. Tidak ada lagi warung burjo buka, warung ramesan dan tenda kakilima sudah banyak yang tutup, rumah makan padang hanya beberapa dalam hitungan jari yang masih buka. Mau tak mau destinasi makan mereka bergeser pada restoran cepat saji, foodcourt mall atau gerai makanan di pusat perbelanjaan.
Harga yang lebih mahal tentunya jadi persoalan para perantau dan mahasiswa yang menyempit pilihan kulinarinya. Berbuka dan sahur menjadi hal yang lebih ‘menantang’ karena harus berburu warung atau tempat makan yang lebih jauh lokasinya serta harga daripada biasanya.
Tentunya kondisi semacam ini bukan tanpa solusi, rajin-rajin ke masjid untuk ikut kajian yang ber-bonus takjil gratis bisa jadi pilihan. Beberapa orang bisa berkunjung ke rumah teman yang berdomisili asli Jogja untuk sekedar ‘numpang’ ber-lebaran atau merasakan ‘keluarga’ dikala tidak bisa pulang kampung. Dimana pun lokasi berlebaran nya, minal aidin wal faizin ya!
- The Art of Eating Nasi Kotak - September 29, 2015
- Cari Makan Jelang Lebaran - July 16, 2015
- Sahur di Rantau - June 30, 2015
- Takjil dan Rumah - June 23, 2015
- Foodgram: Antara Hobi dan Promosi - June 9, 2015
- Dilanda Kekinian Gelombang Kue Cubit - May 26, 2015
- Jajan via Instagram - May 5, 2015
- Ritual Memotret Makanan - April 22, 2015
- Kota Ribuan Kuliner - April 14, 2015
- Mahasiswa dan Jajan 24 Jam - March 27, 2015